Wajib makan dan minum
dengan tangan kanan dan haram hukumnya makan dan minum dengan tangan kiri.
Dan makan dan minum
dengan tangan kiri adalah perbuatan setan.
Diantara
adab yang diajarkan Islam ketika makan atau minum adalah makan dan minum dengan
tangan kanan. Dan Islam melarang makan atau minum dengan tangan kiri. Hal ini
pun sejatinya sesuai dengan kebiasaan orang timur terutama di negeri kita. Dan
sangat disayangkan sekali sebagian kaum Muslimin tidak mengindahkan adab yang
indah ini.
Anjuran makan dan minum dengan tangan kanan
Ketahuilah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasa
menggunakan tangan kanan untuk sebagian besar urusannya yang baik-baik.
Sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam
memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari
168).
Termasuk
juga dalam masalah makan dan minum beliau senantiasa mendahulukan tangan kanan.
Sebagaimana juga diceritakan oleh sahabat Umar bin Abi Salamah radhiallahu’anhuma:
: كُنْتُ غُلاَمًا فِي حِجْرِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَال لِي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُل بِيَمِينِكَ، وَكُل مِمَّا يَلِيكَ
Sewaktu aku
masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam, pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil
makanan) di nampan. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepadaku: “wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan
kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”. (HR. Bukhari no.5376,
Muslim no.2022)
Ini juga
berlaku ketika minum, berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ . وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ . فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بشمالِهِ ويشربُ بشمالِهِ
“jika
seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum
maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan
tangan kirinya” (HR. Muslim no. 2020).
Perhatikan
bahwa hadits-hadits di atas menggunakan kata perintah كُل بِيَمِينِكَ (makanlah dengan tangan
kananmu), فليأكلْ بيمينِهِ (makanlah dengan tangan
kanannya). Dan hukum asal dari perintah adalah wajib.
Maka sudah
sepatutnya setiap Muslim memperhatikan adab ini dan tidak meremehkannya, jika
ia memang bersemangat untuk menaati Allah dan Rasul-Nya serta bersemangat untuk
meneladani Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Hukum makan dan minum dengan tangan kiri
Setelah
mengetahui pemaparan di atas, lalu bagaimana hukum makan dan minum dengan
tangan kiri? Adapun makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur, maka
hukumnya boleh. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
الأكل باليد اليسرى بعذر لا بأس به، أما لغير عذر فهو حرام
“makan dan
minum dengan tangan kiri ketika ada udzur hukumnya tidak mengapa, adapun jika
tanpa udzur maka haram” 1
Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah
(6/119) juga disebutkan:
فَإِنْ كَانَ عُذْرٌ يَمْنَعُ الأَْكْل أَوِ الشُّرْبَ بِالْيَمِينِ مِنْ مَرَضٍ أَوْ جِرَاحَةٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ فَلاَ كَرَاهَةَ فِي الشِّمَال
“jika ada
udzur yang menghalangi seseorang untuk makan atau minum dengan tangan kanan,
semisal karena sakit atau luka atau semisalnya maka tidak makruh menggunakan
tangan kanan”
Dan kami
tidak mengetahui adanya khilaf diantara para ulama
mengenai hal ini.
Sedangkan
makan dan minum dengan tangan kiri tanpa udzur, ada dua pendapat ulama dalam
masalah ini:
1.
Pendapat
pertama, hukumnya makruh. Ini adalah pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah.
صَرَّحَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ بِأَنَّهُ يُكْرَهُ الأَْكْل وَالشُّرْبُ بِالشِّمَال بِلاَ ضَرُورَةٍ
“Syafi’iyyah dan Hanabilah menegaskan bahwa makruh hukumnya makan
dan minum dengan tangan kiri ketika tidak dalam keadaan darurat” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah,
45/294).
Diantara ulama masa kini yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh dan Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahumallah. Mereka memaknai dalil-dalil larangan makan dan minum sebagai larangan yang sifatnya bimbingan yang tidak sampai haram, namun makruh lit tanzih. Hal ini ditunjukkan dalam sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
Diantara ulama masa kini yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh dan Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahumallah. Mereka memaknai dalil-dalil larangan makan dan minum sebagai larangan yang sifatnya bimbingan yang tidak sampai haram, namun makruh lit tanzih. Hal ini ditunjukkan dalam sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُل بِيَمِينِكَ، وَكُل مِمَّا يَلِيكَ
“wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan
kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”
dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan perkara-perkara yang hukumnya mustahab bukan wajib menurut mereka2.
dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan perkara-perkara yang hukumnya mustahab bukan wajib menurut mereka2.
2.
Pendapat
kedua, hukumnya haram. Ini adalah pendapat para ulama muhaqiqqin seperi Ibnu
Hajar Al Asqalani, Ibnul Qayyim, Ibnu ‘Abdil Barr, Ash Shan’ani, Asy Syaukani
dan juga para ulama besar zaman ini seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ . وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ . فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بشمالِهِ ويشربُ بشمالِهِ
“jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan
kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan
makan dan minum dengan tangan kirinya” (HR. Muslim no. 2020).
Dalam hadits ini terdapat dua poin: perintah makan dengan tangan kanan dan larangan makan dengan tangan kiri.
Dalam hadits ini terdapat dua poin: perintah makan dengan tangan kanan dan larangan makan dengan tangan kiri.
Juga hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تأكلوا بالشِّمالِ ، فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بالشِّمالِ
“janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena setan makan
dengan tangan kiri” (HR. Muslim 2019)
Pendapat
kedua adalah pendapat yang rajih, yang sesuai dengan dalil-dalil yang tegas
memerintahkan makan dengan tangan kanan ditambah lagi dalil-dalil yang tegas
melarang makan dan minum dengan tangan kiri.
Andaikan
hanya ada dalil perintah makan dan minum dengan tangan kanan, maka itu sudah
cukup kuat untuk mengharamkannya. Sebagaimana kaidah:
الأمر بالشيء نهي عن ضده
“perintah
terhadap sesuatu, merupakan larangan terhadap kebalikannya”
Namun dalam
masalah ini tidak hanya ada dalil perintah makan dan minum dengan tangan kanan,
bahkan juga terdapat dalil larangan makan dan minum dengan tangan kiri.
Sehingga lebih tegas lagi keharamannya.
Jangan meniru setan!
Al Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
فَإِنَّ الْآكِلَ بِهَا، إِمَّا شَيْطَانٌ وَإِمَّا مُشَبَّهٌ بِهِ
“yang makan
dengan tangan kiri, kalau ia bukan setan maka ia menyerupai setan” (Zaadul
Ma’ad, 2/369)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
mengatakan: “makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur hukumnya tidak
mengapa, adapun jika tanpa udzur maka haram. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
melarangnya, beliau bersabda:
إن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
‘sesungguhnya
setan makan dan minum dengan tangan kirinya‘
dan Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan.
Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya ia menyuruh
kepada perbuatan buruk dan kemungkaran” (QS. An Nur: 21)
Kemudian,
setan itu senang jika anda makan dengan tangan kiri anda, karena itu artinya
anda telah mengikuti setan dan menyelisihi Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Maka ini bukan perkara remeh! Jika anda makan atau minum
dengan tangan kiri, setan sangat bergembira karena perbuatan tersebut. Ia
gembira karena anda telah mencocoki dirinya dan menyelisihi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka
ini bukan perkara remeh! Oleh karena itu wajib bagi para penuntut ilmu untuk
melarang orang-orang awam melakukan perbuatan ini.
Banyak orang
yang kita dapati ketika makan, mereka minum dengan tangan kiri. Kata mereka: “nanti
gelasnya kotor”. Padahal kebanyakan gelas sekarang terbuat dari kertas yang
hanya sekali pakai saja. Maka jika demikian biarkan saja ia terkena noda (dari
bekas makan). Kemudian, masih memungkinkan anda memegangnya pada bagian
bawahnya diantara telunjuk dan ibu jari, kemudian meminumnya. Lalu andaikan
alternatif-alternatif barusan tidak memungkinkan, maka biarkan saja gelasnya
terkena noda nanti bisa dicuci, ini bukan hal yang musykilah.
Karena
selama seseorang itu tahu bahwa melakukan hal tersebut hukumnya haram dan
berdosa jika minum dengan tangan kiri, maka yang haram itu tidak boleh
dilakukan kecuali darurat”3
Khan cuma makruh?
Sebagian
orang ada yang beralasan “bukankah sebagian ulama hanya memakruhkan, tidak
mengharamkan?”.
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “sebagian ulama memang berpendapat
makruh. Namun, wahai saudaraku, saya nasehatkan anda dan yang lainnya, ketika
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda, janganlah anda mengatakan ‘bukankah
sebagian ulama berpendapat begini dan begitu?‘. Para ulama berfatwa
sesuai pemahaman mereka. Terkadang mereka mengetahui dalilnya, namun salah
dalam memahaminya. Dan terkadang mereka tidak mengetahui dalilnya, dan
terkadang dalil dalam suatu masalah itu khafiy (samar).
Bukankah para
sahabat Nabi pernah tidak mengetahui hadits tentang tha’un? Ketika
Umar bin Khathab berangkat menuju Syam, ada yang mengabari beliau bahwa di Syam
sedang ada tha’un (wabah penyakit). Lalu beliau berdiri dan
bermusyawarah dengan para sahabat. Lalu datang juga kaum Muhajirin dan Anshar
yang turut berdiskusi dalam ruangan. Mereka semua ketika itu tidak tahu tenatng
hadits tha’un! Namun walhamdulillah,
Allah memberi taufiq kepada mereka untuk kembali dan tidak melanjutkan
perjalanan. Yaitu melalui Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhu
yang meriwayatkan hadits tersebut, yang awalnya ia tidak hadir di rombongan.
Namun kemudian ia datang dan menyampaikan hadits tersebut. Semua sahabat ketika
itu tidak tahu haditsnya, dan padahal ketika itu jumlah mereka terbatas
(sedikit). Maka bagaimana lagi ketika umat sudah tersebar dan ulama juga sudah
tersebar? Maka tidak semestinya kita menentang sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dengan perkataan ‘apa dalam masalah ini ada khilaf?‘
atau ‘bukankah sebagian ulama berpendapat begini
dan begitu?‘. Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
kepada kita:
لا يأكل أحدكم بشماله، ولا يشرب بشماله؛ فإن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
‘janganlah
kalian makan dan minum dengan tangan kiri karena setan makan dan minum dengan
tangan kiri‘
maka habis
perkara. Jika seorang mukmin disuruh memilih, apakah anda lebih suka dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
ataukah lebih suka dengan jalannya setan? Apa jawabnya? Tentu akan menjawab,
saya lebih suka dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam”4
Selain itu,
andaikan seseorang menguatkan pendapat makruhnya hal ini, maka yang makruh itu
hendaknya dijauhi. Ketika para ulama mengatakan hukumnya makruh, maka mereka
menginginkan orang-orang menjauhi hal tersebut, bukan malah melakukannya apalagi
menjadikannya kebiasaan. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ
“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas.
Diantaranya ada yang syubhat, yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan
manusia. Barangsiapa menjauhi yang syubhat, ia telah menjaga kehormatan dan
agamanya. Barangsiapa mendekati yang syubhat, sebagaimana pengembala di perbatasan.
Hampir-hampir saja ia melewatinya” (HR. Bukhari 52, Muslim 1599)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga
bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي من ابْن آدم مجرى الدم
“Sesungguhnya setan ikut mengalir dalam darah
manusia” (HR. Bukhari 7171, Muslim 2174)
Al Khathabi
menjelaskan hadits ini:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنَ الْعِلْمِ اسْتِحْبَابُ أَنْ يَحْذَرَ الإِنْسَانُ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ مِنَ الْمَكْرُوهِ مِمَّا تَجْرِي بِهِ الظُّنُونُ وَيَخْطُرُ بِالْقُلُوبِ وَأَنْ يَطْلُبَ السَّلامَةَ مِنَ النَّاسِ بِإِظْهَارِ الْبَرَاءَةِ مِنَ الرِّيَبِ
“Dalam
hadits ini ada ilmu tentang dianjurkannya setiap manusia untuk menjauhi setiap
hal yang makruh dan berbagai hal yang menyebabkan orang lain punya sangkaan dan
praduga yang tidak tidak. Dan anjuran untuk mencari tindakan yang selamat dari
prasangka yang tidak tidak dari orang lain dengan menampakkan perbuatan yang
bebas dari hal hal yang mencurigakan” (Talbis Iblis,
1/33)
0 komentar:
Posting Komentar